Sejak pukul 3 sore tadi
saya ngedumel dalam hati. Baru pulang
dari sekolah sudah disuruh mama menjaga adik. Lebih menyebalkan lagi, adik saya
yang baru berusia 7 tahun ini nakalnya bukan main. Ya maklum, sih namanya juga anak-anak. Namun, yang
mengesalkan adalah dari tadi Ia merengek minta dikembalikan handphone-nya yang disita oleh mama
karena sudah dimainkan sejak pagi buta.
Alhasil, saya diminta
untuk menemani, membujuk rayu si adik agar berhenti merengek sekaligus mengajaknya bermain permainan ‘sebenarnya’ tanpa
harus terus-menerus memikirkan gawai -nya.
“siapa suruh dibeliin hape”, begitu
umpatanku ke mama setiap kali beliau mengeluhkan sifat adik yang tidak bisa
lagi lepas dari benda elektronik tersebut.
Sejak diperkenalkan
dengan gawai, efeknya ke adik sangat
tak karuan. Sang adik yang sejak kecil selalu aktif bermain diluar,
bersosialisasi dengan teman-teman di komplek rumah, jadi lebih senang mengurung
diri di kamar dan bermain aplikasi apa saja di gawai kesayangannya.
Jujur, pada awalnya
kami malah lebih tenang mengingat si adik sangat hiperaktif dan terus keluyuran kesana kemari. Jadi, saat pertama
kali diberikan gawai ada rasa tenang yang
keluarga kami rasakan saat itu.
Namun, lama-kelamaan
benda kecil itu telah merenggut hidup adik. Pagi, siang, malam main hape. Lupa
makan, lupa sholat, lupa ngerjain PR.
Dan tiap kali dipaksa berjauhan dengan benda tersebut, Ia meraung dan ngambek tanpa ampun sampai gawai-nya
kembali.
Selain itu, salah satu
dampak buruk bagi anak zaman sekarang seperti yang terjadi pada adik saya dari
kecanduan bermain gawai adalah
kurangnya minat membaca buku. Padahal, seperti pepatah bilang “buku adalah jendela dunia”. Jika ingin
melihat dan mengetahui dunia perbanyaklah membaca buku. Kini, era digital telah
mengganti minat membaca buku menjadi minat bermain gawai.
Padahal, waktu terbaik
untuk mengajarkan budaya membaca buku adalah sejak dini ketika anak-anak masih
berusia balita. Di usia ini kemampuan otak anak masih sangat baik sehingga
mampu menampung beragam informasi dan menyerapnya dengan sangat baik.
Namun, sejak memasuki
era digital generasi muda cenderung lebih senang bermain gawai dan teknologi lainnya
dibandingkan menerapkan gaya hidup membaca buku.
Walaupun begitu, faktanya
bermain gawai juga memiliki dampak positif sendiri bagi
generasi millenial saat ini. Banyak pengetahuan luar biasa dengan mudah diperoleh
melalui alat elektronik tersebut. Selain itu, karakter generasi millenial yang
hidup di era teknologi adalah senang mempelajari hal-hal baru dan kritis pada
fenomena sosial termasuk dalam mempelajari beragam jenis aplikasi dan teknologi
apapun. Tentu saja karakter ini memiliki sisi positif sendiri yang membedakan
generasi millenial dengan generasi sebelumnya.
Hidup di era digital
memang memaksa siapapun kita baik kaum tua maupun muda untuk mampu mempelajari
dan hidup bersama kemajuan teknologi. Di dalam gawai terdapat banyak sekali
informasi baru dari internet yang memiliki sisi positif dan negatif. Ada jutaan
informasi penting dari seluruh dunia yang mampu menambah pengetahuan dan ilmu
bagi pembacanya. Namun, banyak juga
konten yang kurang penting bahkan negatif jika salah mengelola dan menyerap
informasi tersebut.
Oleh karenanya, diperlukan
kebijaksanaan dalam mengelola informasi yang diperoleh dari teknologi. Bagaimana
caranya? Cara yang paling tepat adalah dengan membudayakan literasi sejak dini.
Apa itu literasi?
Menurut Wikipedia,
literasi sendiri adalah kemampuan mengolah informasi dari proses membaca
ataupun menulis. Lebih dalam lagi, pemaknaan dari literasi adalah kemampuan
membaca kata dan dunia.
Hidup di era digital
memungkinkan siapapun dari belahan dunia manapun untuk menyebarkan dan
mengakses informasi dengan cepat dan mudah. Ada banyak konotasi, istilah, dan
pemahaman yang sering kali membingungkan akibat perbedaan pendapat dan pola
fikir antar individu. Tak jarang, hanya dari satu informasi saja dapat berujung
pada pertikaian akibat berbeda pendapat, caci maki akibat kesalahpahaman,
penyebaran berita hoax yang dengan
mudah diakses dan dipercayai oleh orang awam, hingga berita konspirasi yang bertujuan
menyebarkan kebencian serta adu domba.
Semua
terjadi akibat kurangnya kemampuan literasi di masyarakat.
Hal mendasar yang
menyebabkan masyarakat kurang memiliki kemampuan literasi karena minat yang
kurang dari membaca buku dan tulisan dari sumber manapun.
Alhasil, sering kita
jumpai kejadian saat ini dimana seseorang mudah percaya pada satu jenis berita
yang baru diperoleh, mudah tersungut emosinya
ketika membaca komentar-komentar yang tidak benar di sosial media, hingga
muncul konflik lainnya disana-sini.
Untuk itu, menanamkan
budaya literasi nyatanya amatlah penting untuk dipupuk sejak dini. Terutama
dalam menghadapi era digital dimana menjadi pemain di dunia teknologi bukan
berarti lepas dari budaya membaca buku, namun seharusnya budaya membaca semakin
diperkuat mengingat mudahnya akses informasi di era digital dengan beragam
konten yang punya sisi baik dan buruk.
Lantas, bagaimana cara
menanamkan budaya literasi?
Langkah awal dalam menanamkan
minat membaca dapat dimulai dari unit terkecil di masyarakat yaitu keluarga.
Keluarga memiliki peran penting bagi anggotanya untuk melihat dunia. Orangtua
menjadi sumber bagi pembentukan budaya literasi kepada anak yang harus mulai
dibudidayakan sedini mungkin.
Lalu, bagaimana cara
orangtua memupuk budaya literasi pada anak?
Ada beberapa cara yang
bisa dilakukan oleh orangtua untuk membuat anak memiliki gaya hidup membaca dan
kemampuan literasi yang baik. berikut tipsnya untuk kalian :
1.
Tumbuhkan Kesadaran Pentingnya Membaca pada Anak
Sedini mungkin ajarkan
anak agar gemar membaca dengan memberikan pemahaman pentingnya rajin membaca
buku dan menulis. Hal ini bisa dikembangkan dengan terus membimbing anak dengan
baik dan memberi contoh gemar membaca selama berada dirumah. Anak sering kali
melakukan sesuatu yang dilakukan orangtuanya. Oleh karena itu, berikanlah
contoh dengan rajin membaca buku, sehingga sang anak akan mengikuti apa yang
orangtuanya lakukan.
2.
Sediakan ruang khusus membaca yang nyaman di rumah
Agar sang buah hati
senang membaca, berikan ruang khusus membaca yang nyaman dan dilengkapi koleksi
buku-buku terbaru di rumah. Tidak perlu ruang yang terlalu besar, cukup sudut
ruang yang nyaman dan rapi sehingga anak pun betah bermain dan membaca disana.
3.
Ajak Anak Aktif Membaca tulisan yang Terdapat Pada Benda-Benda disekitarnya
Cara lain untuk
menanamkan budaya literasi bagi anak adalah dengan bermain membaca kata bersama
sang anak pada tulisan-tulisan yang ada disekitarnya. Seperti saat tengah
sarapan pagi, beri waktu untuk bermain dengan anak membaca tulisan yang ada di
kotak sereal, atau pada saat tengah mandi, ajak anak untuk aktif membaca
tulisan-tulisan yang terdapat pada kemasan shampo atau sabun yang ada.
Langkah kecil tersebut
selain dapat menumbuhkan minat literasi pada anak, juga dapat membantu
meningkatkan kosakata anak pada kata-kata yang sukar atau jarang Ia temukan
sebelumnya. Hal tersebut nyatanya mampu meningkatkan daya ingat sang anak.
4.
Luangkan waktu untuk Berdiskusi dengan Anak
Banyak kejadian saat
ini dimana sang anak senang bermain gawai
dikarenakan kurangnya kepedulian
orangtua ataupun keluarga dalam bersosialisasi dan berkomunikasi dengan anak.
Padahal, masa kanak-kanak adalah masa emas untuk meningkatkan cara
berkomunikasi dan mempertajam kemampuan berfikir sang anak.
Oleh karenanya, untuk
para orangtua yuk, mulai sekarang
luangkan waktu untuk berdiskusi dengan anak misalnya membahas tentang materi di
sekolah, atau hal-hal baru dengan cara yang menyenangkan tanpa menekan mental sang
anak. Berdiskusilah sambil bermain, sehingga sang anak pun betah dan melupakan gawai yang Ia miliki.
5.
Dampingi Anak dalam Bermain Gawai, Laptop, ataupun alat teknologi lainnya
Di era digital setiap
generasi dituntut untuk bisa bermain teknologi informasi komunikasi dengan
baik. Untuk itu, bagi seorang anak penting juga meningkatkan soft skill dalam bermain teknologi.
Agar
tidak salah arah, peran orangtua diperlukan dalam mengajarkan dan mendampingi
anak dalam bermain gawai, laptop, tablet, dan alat teknologi lainnya. Dengan
begitu, anak akan terbiasa mengakses hal-hal yang positif dan tidak terjerat
pada pengaruh negatif dari teknologi.
Dengan 5 cara diatas,
budaya literasi jadi lebih mudah untuk dikembangkan terutama bagi anak usia
dini yang masih amat polos dan butuh arahan besar dari orangtua dan keluarga.
Lalu, bagaimana cara
memupuk budaya literasi di tengah masyarakat?
Nyatanya, budaya literasi
juga harus dikembangkan tidak hanya bagi anak kecil namun juga bagi orang
dewasa dan remaja. Literasi penting bagi kita semua karena dengan budaya inilah
seseorang bisa memilah informasi dengan baik, cerdas dalam berfikir dan
bertindak, serta memiliki pengetahuan yang luas yang diharapkan mampu terbentuk
sikap yang baik kedepannya.
Untuk itu, dalam bermasyarakat
pun kita harus memiliki kemampuan literasi yang baik. terutama bagi remaja yang
amat dekat dengan sosial media dan dunia maya.
Remaja adalah masa yang
amat rentan pada hal baru karena di usia inilah terjadi peralihan dalam sikap,
cara berfikir, dan perspektif tentang masa depan.
Banyak sekali kejadian
dimana seorang remaja yang dirugikan masa depannya akibat kesalahan bermain
sosial media, kurangnya kemampuan mengolah informasi dari internet, hingga
pertikaian yang terjadi hanya karena sebuah konten di dunia maya.
Kejadian-kejadian ini penyebab utamanya adalah kurangnya kemampuan seseorang
dalam berliterasi dengan baik.
Ada beberapa cara yang
bisa dilakukan seseorang dalam membudayakan literasi di masyarakat terutama
pada era digital diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Biasakan untuk
mencari informasi dari banyak sumber yang terpercaya. Jangan mudah menyebarkan konten yang diragukan keabsahannya.
Carilah konten yang bermanfaat dari situs yang kredibel atau terpercaya.
2. Berlatihlah membaca
dan menulis dengan mengikuti organisasi atau komunitas sosial di bidang
pendidikan, ataupun diskusi isu sosial lainnya. Melalui komunitas, kemampuan literasi kita juga dapat dikembangkan
dengan belajar bersama orang lain dan saling bertukar pengetahuan antar sesama.
Dengan begitu, kemampuan literasi kita pun akan semakin meningkat.
3. Rajin membaca berita
yang ada, ataupun buku baik buku cetak maupun elektronik. Penuhi memori gawai dengan aplikasi-aplikasi yang positif seperti
aplikasi wattpad yang memiliki
komunitas penulis dan jutaan buku didalamnya, ataupun aplikasi duolingo untuk melatih kemampuan bahasa
asing, dan aplikasi-aplikasi lainnya.
4. Ikuti kegiatan di
bidang karya tulis juga dapat meningkatkan kemampuan literasi seseorang. Banyak
informasi lomba yang tersebar di sosial media seperti instagram. Mengikuti
kompetisi menulis tidak hanya melatih daya saing seseorang juga mampu
meningkatkan kemampuan literasi dan pengetahuan kedepan.
Nah, itu tadi adalah
beberapa cara untuk membudayakan literasi di lingkungan keluarga dan
masyarakat.
Hal penting yang harus
diingat adalah, biasakan membaca. Buat gaya hidup membaca sebagai prioritas sehari-hari.
Karena membaca adalah langkah awal untuk melihat dunia dan meraih masa depan
yang lebih baik.
Penulis : Riska Dwinda Elsyah
Illustrator : Riska Dwinda Elsyah
Illustrator : Riska Dwinda Elsyah
Artikel ini dibuat
untuk mengikuti blog competition Pendidikan
Keluarga 2019 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
0 Comments
Post a Comment