Saturday, February 26, 2022

New Normal di Era Pandemi: Kebutuhan atau Keterpaksaan?

Author   : Riska Dwinda Elsyah

 




Sejak akhir 2019 dunia memasuki masa pandemi yang disebabkan oleh virus jenis SARS-CoV-2 bernama Covid-19 atau disebut juga virus corona. Kondisi yang menyerang kesehatan manusia ini memberikan tantangan besar bagi masyarakat khususnya pemerintah dalam melindungi masyarakat dari virus corona. Pemerintah selaku pembuat kebijakan perlu mengadakan aturan dalam mengatur masyarakat agar mampu bertahan di era pandemi covid-19. Berbagai aturan tersebut sudah dijalankan dan diterapkan di tanah air diantaranya aturan PSSB, lockdown, hingga social dan physical distancing. Aturan ini dijalankan di berbagai tempat di tanah air terutama di tempat-tempat umum yang dapat mengundang kerumunan masyarakat.

Aturan selama masa pandemi dituangkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 mengenai Pembatasan kegiatan tertentu di masyarakat dalam kebijakan PSBB. Dalam penelitian oleh (Vitalio & King, 2020) PSBB memiliki dasar pertimbangan pada epidemiologis, besarnya ancaman, efektivitas aturan, dan dukungan sumber daya. Selain itu, pertimbangan lainnya adalah adanya teknis operasional, pertimbangan ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan. Untuk itu, pembuatan aturan di masa pandemi tentunya telah mengacu pada banyak hal yang tujuan utamanya adalah menurunkan angka penyebaran kasus covid-19 di tanah air.

Aturan-aturan yang dibentuk di masa pandemi covid-19 membuat kehidupan masyarakat terlihat cukup berbeda dengan kehidupan sebelumnya. Aturan tersebut diantaranya kebijakan larangan duduk bersebelahan di tempat-tempat umum, pembuatan jarak di tempat ibadah, hingga pembatasan jumlah penumpang di transportasi umum. Selain itu, bagi tiap individu selama masa pandemi diberlakukan aturan yang disebut 3M. Aturan 3M  ini merupakan aturan wajib yang harus dijalankan masyarakat yaitu menjaga jarak, mencuci tangan dan memakai masker. Aturan dan kebijakan tersebut tentunya memunculkan kebiasaan baru yang berbeda dengan kehidupan masyarakat sebelumnya. Perbedaan cara hidup masyarakat akibat pandemi covid-19 ini memunculkan istilah baru di masyarakat yaitu new normal.

 (William & Hamonangan, 2020) menyebutkan bahwa new normal merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya yang kemudian menjadi hal lumrah yang baru di masyarakat. New normal tidak hanya sebagai bentuk istilah dalam pengucapan saja di masyarakat akan tetapi merupakan suatu bentuk kondisi dalam melihat respon masyarakat terhadap perubahan akibat adanya krisis maupun pandemi. Merujuk pada (Buheji & Ahmed, 2020), new normal berupaya memastikan kesiapan masyarakat dalam membangun kehidupan akibat perubahan dari krisis atau pandemi. Kesiapan ini ditunjukkan dengan kondisi atau respon yang lebih kuat oleh masyarakat setelah berhadapan dengan krisis atau pandemi tersebut.

Merujuk pada kondisi pandemi covid-19, new normal ditunjukkan dalam perilaku masyarakat dalam menaati 3M yaitu memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Untuk itu, di Indonesia new normal menjadi sebuah skenario dalam memperbaiki kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang taat pada protokol kesehatan (Putsanra, 2020). Ketaatan terhadap protokol kesehatan menjadi kunci dari terbentuknya new normal dimana mobilisasi masyarakat dilonggarkan namun tetap menaati aturan 3M yang telah diberlakukan. Kebijakan ini dilakukan agar stabilitas ekonomi masyarakat masih dapat dijaga namun tetap mengurangi resiko penyebaran covid-19 di Indonesia. Sehingga, di era new normal masyarakat diperbolehkan untuk bekerja diluar rumah namun tetap menaati protokol kesehatan.

Hal ini disampaikan juga oleh (Rahman et al., 2020) yang mengatakan bahwa new normal merupakan kondisi baru sebagai dampak dari adaptasi manusia terhadap pandemi. Kondisi new normal di tanah air ditandai oleh kebijakan relaksasi PSBB agar masyarakat dapat kembali memperbaiki kondisi ekonomi. Walaupun begitu, strategi utama bagi protokol kesehatan yang disarankan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO) tetap mengacu pada test, tracing, treat, dan isolate. Untuk itu, mengacu pada aturan WHO tersebut masyarakat harus tetap waspada pada pandemi dan tetap memperhatikan kondisi kesehatan agar tidak tertular atau menularkan virus ke orang lain.

Kondisi new normal di Indonesia dapat dilihat dari dua sisi yaitu sebagai bentuk kebijakan yang bersifat memaksa atau sebagai bentuk kebutuhan. Dalam pandangan oposisi, new normal dianggap sebagai bentuk pemaksaan agar masyarakat mau mengubah kebiasaan hidup untuk lebih waspada pada penularan Covid-19 di Indonesia. Aturan-aturan yang diberlakukan selama masa new normal bersifat mengikat agar meminimalisir jumlah penyebaran virus di masyarakat. Masyarakat yang memandang kebijakan ini dalam sudut pandang oposisi atau berlawanan cenderung menganggap kebijakan ini bersifat memaksa atau bahkan merugikan.

Banyak kasus seperti ketidaktaan masyarakat dalam memakai masker atau tidak menjaga jarak di tempat umum kerap terjadi di tanah air. Tidak hanya itu, kasus lainnya seperti perlawanan masyarakat terhadap petugas covid-19 di rumah sakit, hingga ketidaktaan pedagang dalam menerapkan social distancing. Hal ini dapat dipicu oleh adanya sifat acuh dalam diri masyarakat yang lalai dan tidak taat terhadap aturan pemerintah. Sifat acuh di masyarakat selain berasal dari keinginan pribadi juga dapat disebabkan oleh faktor eksternal seperti pemberitaan yang tidak valid mengenai new normal.  

(Aurizki, 2020) berpendapat bahwa distribusi informasi mengenai Covid-19 menjadi hal penting yang perlu diperhatikan selama masa new normal. Hal ini dikarenakan masyarakat Indonesia banyak yang mudah menyebarkan dan mempercayai berita hoax termasuk berita hoax mengenai virus corona. Berita hoax tersebut dapat menghambat penerapan protokol kesehatan di masyarakat. Hal ini jika diabaikan dapat memicu terjadinya gelombang dua penyebaran corona di Indonesia (Asmara, 2020). Hal ini merupakan bentuk perlawanan oleh masyarakat yang dianggap tidak mendukung pemerintah dalam meminimalisir penyebaran virus covid-19 di Indonesia. Kondisi tersebut juga dianggap menunjukkan bentuk keterpaksaan oleh masyarakat dalam menjalani kehidupan di fase new normal.

Keterpaksaan yang dirasakan oleh masyarakat dalam mengikuti aturan new normal dapat menimbulkan rasa abai terhadap protokol kesehatan. Selain menurunya tingkat waspada oleh masyarakat, rasa keterpaksaan ini juga dapat menimbulkan dampak seperti ketidakpatuhan dan pemberontakan terhadap aturan pemerintah. Kasus kerumununan pengunjung restoran di Bali tanpa memperhatikan protokol kesehatan (Kadafi, 2020), atau kasus abainya pedagang pasar hingga terjadi penularan covid-19 hingga berujung penutupan pasar (Nazaruddin, 2020) merupakan bentuk pelanggaran oleh masyarakat. Pelanggaran tersebut dapat disebabkan oleh rasa keterpaksaan masyarakat dalam mematuhi aturan new normal.

Adanya rasa keterpaksaan ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia belum mampu menyambut kondisi new normal dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi ini menunjukkan ketidakmampuan masyarakat dalam beradaptasi pada penyebaran virus covid-19 yang cepat di masyarakat. Akibatnya, walaupun aturan oleh pemerintah telah digalakkan, kasus covid-19 berpotensi untuk terus meningkat akibat masyarakat yang kurang kooperatif pada aturan new normal. Oleh karenanya, dalam menyikapi aturan new normal maka langkah pertama adalah mengatur kembali mindset atau pandangan individu mengenai new normal.

Masyarakat yang cenderung bertentangan pada aturan pemerintah akan merasa terpaksa dalam menjalani kehidupan new normal. Rasa keterpaksaan ini mengundang sikap oposisi yang dapat merugikan individu dan masyarakat. Dalam memperbaiki perspektif individu tersebut, penting bagi masyarakat dan pemerintah menyamakan sudut pandang terhadap new normal. Hal ini dimulai dengan distribusi informasi yang sama dan merata mengenai proses pencegahanan penyebaran virus covid-19, serta seluk-beluk informasi lebih lanjut mengenai aturan new normal. Pemerintah dan masyarakat harus waspada terhadap penyebaran informasi palsu yang menyesatkan mengenai aturan new normal. Informasi palsu mengenai new normal dapat mengundang rasa abai dan ketidakpercayaan masyarakat akan kebijakan pemerintah selama new normal.

Selain itu, yang perlu diperhatikan kembali adalah new normal pada dasarnya diberlakukan atas dasar perbaikan aktivitas sosial dan ekonomi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020). Pandemi Covid-19 yang menghambat mobilisasi masyarakat telah menurunkan perekonomian nasional. Selain itu, banyak perusahaan yang melakukan PHK kepada karyawan yang kemudian memutus rantai perekonomian masyarakat. Pemberlakuan new normal dimaksudkan agar masyarakat dapat kembali beraktivitas diluar rumah namun tetap waspada terhadap protokol kesehatan. Kebutuhan individu dalam bekerja tersebut lazim menjadi alasan bagi masyarakat dalam melanggar aturan new normal. Padahal, pelonggaran mobilisasi masyarakat pada new normal dimaksudkan agar masyarakat mampu beradaptasi dan mengubah kebiasaan agar lebih menjaga kesehatan selama bekerja. Perspektif mengenai new normal ini perlu ditekankan kembali pada diri individu agar mampu beradaptasi pada aturan new normal.

Untuk itu, ketaatan terhadap aturan new normal dapat dimulai dengan memperbaiki perspektif individu bahwa aturan tersebut bukanlah bentuk paksaan namun sebagai bentuk kebutuhan. Aturan new normal telah dijelas dituangkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan No.41/2020 yang berisikan peningkatan batas kapasitas moda transportasi publik untuk beroperasi kembali dengan tetap mentaati protoko kesehatan. Selain itu, aturan ini juga dijelaskan oleh Kementerian Perdagangan dalam Surat Edaran No.12/2020 mengenai Pemulihan Aktivitas Perdagangan Selama Covid-19 yang mengizinkan masyarakat untuk melakukan kegiatan perdagangan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Sehingga dalam membentuk perspektif new normal sebagai kebutuhan maka yang perlu ditekankan adalah menjaga kesehatan individu.

Seseorang yang sehat secara fisik akan lebih mampu untuk berdikari dan mengupayakan segala aspek kehidupannya secara efektif dan efisien. Rasa sakit fisik yang timbul akibat lalai terhadap penyebaran covid-19 dapat menghambat aktivitas masyarakat yang tentunya merugikan diri sendiri. Untuk itu, memandang new normal sebagai bentuk penjagaan kesehatan diri merupakan bagian dari menganggap new normal sebagai kebutuhan individu. Melalui cara ini, maka seseorang akan lebih siap dalam beradaptasi pada pandemi covid-19 dengan tetap bekerja namun mampu meningkatkan kewaspadaan pada kesehatan diri.

Bentuk kebutuhan tersebut diwujudkan dalam ketaatan terhadap aturan-aturan new normal. Aturan tersebut selain bersifat pribadi juga bersifat sosial atau kelompok. Aturan yang bersifat pribadi diwujudkan dalam ketaatan terhadap aturan 3M yaitu memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan setelah beraktivitas. Selain itu, mengacu pada kebijakan WHO, penting bagi individu selama masa new normal untuk mengecek kesehatan pribadi secara berkala. Melakukan tes covid-19 secara berkala memberikan bentuk kewaspadaan dari penularan virus tersebut.

Pengecekan ini juga penting dilakukan walaupun kondisi diri sedang dalam keadaan sehat atau normal. Hal ini dikarenakan dalam kasus pandemi covid-19 seseorang dapat berstatus OTG (Orang Tanpa Gejala). Pasien OTG walaupun tidak merasakan gejala sakit akibat covid-19 namun berpotensi menularkannya ke orang lain. Mengetahui ada atau tidaknya virus corona di dalam diri seseorang dapat memberikan bentuk kewaspadaan dalam beraktivitas di luar atau di tempat umum.

Untuk itu, kesimpulan dari pembahasan mengenai new normal ini adalah masyarakat harus membina kembali pengetahuan dan cara pandang dalam menyikapi aturan-aturan new normal. New normal perlu dianggap sebagai kebutuhan individu sehingga dapat memunculkan rasa kesediaan dalam menaati aturan-aturan yang ada. Hal ini dapat dimulai dengan menganggap new normal sebagai bagian dari kebutuhan menjaga kesehatan diri melalui protokol kesehatan. Diri yang sehat dapat memudahkan seseorang menjalani kehidupan secara normal.

Berkaitan dengan itu, toleransi terhadap perubahan kehidupan sosial oleh pandemi menjadi kunci dalam memahami cara menjaga kebutuhan kesehatan tersebut. Perubahan sosial ini merupakan bagian dari new normal yang dibutuhkan oleh masyarakat agar tetap dapat beraktivitas selama pandemi. Dengan cara berfikir tersebut, maka tidak ada lagi rasa keterpaksaan dalam diri masyarakat terhadap aturan di masa new normal. Seseorang yang merasa terpaksa terhadap new normal akan merasa berat untuk mematuhi protokol kesehatan. Selain itu, memperbaiki mindset individu tersebut juga dapat dimulai dengan memahami aturan new normal berdasarkan informasi yang terpercaya.

Penting untuk memeriksa dua kali atau lebih informasi-informasi yang tersebar di media sosial agar kita terhindar dari berita palsu yang dapat memecah pemikiran masyarakat mengenai new normal. Menerapkan cara-cara tersebut dapat membantu kita dalam memahami new normal sebagai kebutuhan dalam hidup berdampingan dengan pandemi covid-19. Selain itu, taat terhadap aturan new normal juga selain membantu kita beraktivitas dengan baik juga membantu menurunkan laju penyebaran virus covid-19 di tanah air. Melalui perbaikan cara berfikir ini diharapkan masyarakat akan lebih siap menghadapi new normal serta kondisi pandemi covid-19.

 

Daftar Pustaka

 

Asmara, C. (2020, Juni 10). Jokowi Bicara Ancaman Covid-19, Waspada 'Second Wave'. Retrieved from CNBC Indonesia: https://www.cnbcindonesia.com/news/20200610120651-4-164347/jokowi-bicaraancaman-covid-19-waspada-second-wave (Diakses pada Februari 01, 2021)

Aurizki, G. (2020, April 17). Distribusi Informasi di Masa Pandemi. Retrieved from Detik.com: detiknews: https://news.detik.com/kolom/d-4980500/distribusi-informasi-di-masapandemi (Diakses pada Februari 01, 2021)

Buheji, M., & Ahmed, D. (2020). Planning Competency in the New Normal-Employability Competency in Post-Covid-19 Pandemic. Business Management and Strategy, 160-179.

Kadafi, M. (2020, Juni 11). Langgar Protokol Kesehatan, Bule Berkerumun di Restoran Gara-Gara Promo Minuman. Retrieved from Merdeka.com: https://www.merdeka.com/peristiwa/langgar-protokol-kesehatan-bule-berkerumun-direstoran-gara-gara-promo-minuman.html (Diakses pada Februari 01, 2021)

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020, Mei 28). Vaksin Covid-19 Belum Ditemukan, Pemerintah Siapkan Skenario New Normal. Retrieved from Kementerian Kesehatan Republik Indonesia: https://www.kemkes.go.id/article/view/20052900001/vaksin-covid-19-belumditemukan-pemerintah-siapkan-skenario-new-normal.html (Diakses pada Februari 01, 2021)

Nazaruddin, A. (2020, Juni 10). Pasar di Kudus yang Melanggar Protokol Kesehatan Bakal Ditutup Sepekan. Retrieved from ANTARANEWS.com: https://www.antaranews.com/berita/1545880/pasar-di-kudus-yang-melanggarprotokol-kesehatan-bakal-ditutup-sepekan (Diakses pada Februari 01, 2021)

Putsanra, D. (2020, Mei 26). Apa itu New Normal dan Bagaimana Penerapan Saat Pandemi Corono? Retrieved from Tirto.id: tirto.id: https://tirto.id/apa-itu-new-normal-danbagaimana-penerapannya-saat-pandemi-corona-fCSg (Diakses pada Februari 01, 2021)

Rahman, F. F., Muhammadiyah, U., & Timur, K. (2020). New Normal Life after Pandemic COVID-19. August. https://doi.org/10.13140/RG.2.2.36812.85120

Vitalio, K., & King, L. I. X. (2020). Peringatan Dini , New Normal di Indonesia Bisa Prematur ! 1–12.

William, E., & Hamonangan, B. (2020). COVID-19 dan New Normal ( Sudut Pandang Sosiologis ). June. https://doi.org/10.13140/RG.2.2.29774.08009

0 Comments

Post a Comment